Perkembangan penggunaan smartphone di kalangan siswa seperti pisau bermata dua. Akses informasi semakin mudah menjadi salah satu dampak positifnya. Akan tetapi, apabila penggunaannya tidak dibatasi maka akan menimbulkan hal negatif. Wabah nomophobia adalah salah satunya.

SMK Al Islah Surabaya sebagai salah satu lembaga pendidikan yang hampir semua siswanya sudah menggunakan smartphone sebagai teman, baik belajar maupun belajar. Hasil observasi awal menunjukkan bahwa hanya 40 % siswa yang terdiagnosa tidak nomophobia. Selebihnya terdiagnosa nomophobia di level ringan, sedang, dan berat. Berturut-turut sebesar 9 %, 37 %, dan 14 %. Hasil ini menunjukkan bahwa wabah nomophobia mulai harus di kalangan siswa.

Menanggapi kondisi tersebut, Dosen Prodi S1 Sistem Informasi Unusa bergerak cepat dengan program Pengabdian kepada Masyarakat bertajuk Program Digital Detox. Program ini melibatkan tiga dosen yakni Endang Sulistiyani, Tri Deviasari Wulan, dan Fajar Annas Susanto. Kegiatan berupa sosialisasi tentang digital detox dan pengenalan aplikasi untuk diagnose tingkat nomophobia.

Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat

Secara sederhana digital detox merupakan kegaitan melepaskan diri sejenak dari teknologi memberi berbagai dampak positif. Mulai dari membaiknya relasi dengan sesama, meningkatnya perhatian terhadap lingkungan sekitar, bahkan meningkatkan kebahagiaan. Sama halnya dengan puasa yang biasa dilakukan sebagai bentuk ibadah. Melalui digital detox, seseorang perlu mengatur kapan waktu untuk mengakses teknologi dan kapan waktu untuk mengistirahatkannya, ungkap Endang Sulistiyani selaku ketua tim Program Pengabdian.

Bagaimana caranya? Apakah artinya kita harus meninggalkan semua perangkat dan kembali ke masa purba seperti ketika sebelum ada teknologi? Sebuah perubahan harus dilakukan dengan realistis dan bertahap, atau justru Anda akan frustasi dan menimbulkan permasalahan lain. Secara garis besar ada 2 hal yang perlu diterapkan untuk melakukan digital detox, yaitu mengatur pola pemanfaatan perangkat teknologi dan mencari aktivitas pengganti.

Adapun aplikasi nomolitera yang digagas oleh tim pengabdian ditujukan untuk melakukan diagnosa awal tingkat nomophibia di kalangan siswa. Aplikasi berbasis website ini dirancang secara sederhana dan dapat digunakan secara berkala untuk melakukan pengecekan. Harapannya melalui pengenalan bahaya nomophobia dan digital detox, maka siswa tidak hanya cemas dengan bahaya tetapi juga diberi alternatif Solusi.