Kehadiran Fakultas Ekonomi Bisnis dan Teknologi Digital (FEBTD) UNUSA pada side event “Shaping the Future of Islamic Finance with Digital Innovation: Real World Asset Tokenization and Crypto Asset” di The Westin Hotel Surabaya hari ini menjadi langkah strategis untuk membaca arah baru pergerakan Fintech di Indonesia dari para regulator, pelaku industri, dan otoritas syariah.

Sejak sesi keynote speech oleh Bapak Hasan Fawzi (Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK), tim UNUSA mencermati bagaimana FSOL (Financial Sector Omnibus Law) mengamanahkan OJK untuk mengambil alih pengaturan dan pengawasan aset kripto dari Bappebti, sekaligus membangun ekosistem aset keuangan digital yang aman, tertib, dan selaras prinsip syariah. Slide mengenai “Mandate of the Financial Sector Omnibus Law (FSOL)” menegaskan bahwa transisi ke OJK bukan sekadar teknis regulasi, tetapi fondasi bagi tata kelola baru digital financial assets di Indonesia.

Dalam sesi panel “Embedding Innovation and Faith: Understanding Crypto and Asset Tokenization in Sharia Context”, UNUSA FEBTD mendapatkan banyak insight dari para narasumber: Djoko Kurnijanto (OJK), Dr. Azrul Azlan Iskandar Mirza (SC Malaysia), Gunawan Yasni (Komite Pengembangan Keuangan Syariah), Ronald Yusuf Wijaya (Ketua Umum AFSI), dan Andryan Gouw (Co-Founder & CEO GORO), dengan moderasi Mahaning Riyana (Direktur Eksekutif AFSI). Diskusi bergerak dari aspek regulasi, perspektif syariah, hingga contoh konkret pemanfaatan tokenisasi di bisnis.

Paparan mengenai “Sandbox & Prinsip Syariah” menjadi titik penting bagi Bisnis Digital. OJK menempatkan sandbox sebagai laboratorium inovasi untuk menguji model kripto berbasis aset riil—mulai dari tokenisasi emas, obligasi, kepemilikan properti, indeks kripto dengan underlying yang jelas, hingga rencana stablecoin yang dijamin 100% cadangan rupiah. Bagi UNUSA, ini adalah bukti bahwa inovasi seperti kripto dan tokenisasi tidak sedang “dibiarkan liar”, tetapi diarahkan agar sejalan dengan Fatwa MUI, prinsip kehati-hatian, dan maqashid syariah.

Contoh praktik seperti bisnis digital GORO memberikan ilustrasi bagaimana model gotong royong dan ekonomi riil bisa dihubungkan dengan teknologi tokenisasi. Titik ini merupakan peluang riset dan pengembangan kurikulum: bagaimana mahasiswa bisa memahami kripto bukan hanya sebagai “harga yang naik-turun”, tetapi sebagai infrastruktur baru untuk pembiayaan, kepemilikan bersama, dan inclusive business — tentu dengan koridor regulasi dan syariah yang jelas.

Melalui keikutsertaan pada forum ini, FEBTD UNUSA menegaskan posisinya: hadir bukan sekadar sebagai pengamat, tetapi sebagai mitra akademisi (pengetahuan) bagi regulator, asosiasi Fintech syariah, dan pelaku industri. Insight tentang FSOL, sandbox OJK, kripto, dan tokenisasi akan dibawa pulang ke kampus sebagai bahan pengayaan kurikulum, topik riset dosen–mahasiswa, dan mata kuliah pakar Fintech serta bisnis digital syariah. Harapannya, lulusan FEBTD UNUSA ke depan tidak hanya paham teknologi, tetapi juga mengerti aturan main dan etika dalam ekosistem Fintech Indonesia yang kian dinamis.

Ditulis oleh : Niken Savitri Primasari, SE.,MM. Kaprodi S1 Bisnis Digital Fakultas Ekonomi Bisnis dan Teknologi Digital