Mahasiswi Fakultas Ekonomi Bisnis dan Teknologi Digital Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya, Nurul Riska Novita, memiliki kesempatan yang berharga untuk menjadi host podcast bersama dengan Oki Safitri dalam wawancara salah satu program International Collaboration dengan UMK (Universiti Malaysia Kelantan). Pembicara dalam podcast ini yakni Dr. Asma, yang merupakan salah satu dosen di UMK yang bertugas sebagai PIC International Collaboration di Fakultas beliau.

Pembicaraan dilakukan dengan menggunakan dua Bahasa, yakni Indonesia dan Inggris, dimana Bahasa Indonesia yang di maksudkan adalah penggunaan Bahasa Melayu untuk Dr. Asma. Hal ini sudah termasuk dalam pembuktian bahwa topik yang di bawa yakni Multicultural Education ini memiliki ke-khas-an bagi pelaku Pendidikan.

Masyaallah sekali pada topik yang dibahas adalah menegnai Multicultural Education dimana membahas mengenai perbedaan-perbedaan di dunia Pendidikan, memberikan pandangan baru bahwasannya tidak hanya di Indonesia yang berjalan dengan suku yang berbeda namun di Malaysia sendiri perbedaan tersebut juga melalui perbedaan negara, dan ras mereka.

Terlebih dari hasil wawancara dengan beliau pada awal pembahasan mengenai pengenalan Multicultural Education, UMK merupakan salah satu universitas yang menerima keberagaman tidak hanya dari suku namun juga dari ras negara yang berbeda. Tentu saja dalam Pendidikan perbedaan dalam dunia pengajaran akan sangat sulit dan dijadikan tantangan dalam pembelajaran, namun pada podcast tersebut Dr. Asma mengatakan dengan perbedaan tersebut dapat menjadikan sebuah keberagaman dalam kita memahami mereka dan mereka memahami negara kita. Seperti yang kita ketahui, Dr. Asma berasal dari Malaysia yang dapat dikatakan sebagai pengguna Bahasa Melayu, sedangkan mahasiswa mereka adalah berasal dari etnic seperti India dan Cina, yang tentunya memiliki pemahaman Bahasa yang berbeda dari Bahasa Utama di UMK sendiri.

Dalam pertanyaan yang kedua mengenai struggle atau tantangan yang dihadapi di Pendidikan yang ada di UMK sendiri, Dr.Asma mengatakan bahwasannya perbedaan-perbedaan tersebut sejatinya menjadikan pembaharuan dalam pembelajaran, pada kehidupan sehari-harinya nyatanya mahasiswa cenderung beradaptasi dengan kelompok-kelompok yang memiliki kesamaan, misalkan yang berasal dari negara Malaysia sendiri akan bergolong dengan mahasiswa Malaysia sendiri, dan yang berasal dari etnic cina akan bergerombol dengan segolongannya, bergitupun dengan yang lainnya. Tentu hal ini juga termasuk dalam tantangan menghadapi perbedaan di dunia Pendidikan, terlebih dalam pembelajaran yang dimana pengajar harus dapat memahami pelajar, dengan begitu pelajar akan dapat menyesuaikan tempat untuk mendalami ilmu mereka.

Dalam pertanyaan terakhir, berupa bagaimana pengimplementasian Multiculltural Education baik untuk UMK maupun untuk UNUSA sendiri, adalah Dr.Asma menjelaskan “Forming the atmosphere at the university by providing the opportunity for other country will encourage implementation from multicultural education”, sedikit kata beliau tersebut yang menjelaskan bahwasannya memberikan kesempatan di Universitas untuk membuka luas dan memberikan International Atmosphere dalam beberapa kesempatan seperti student exchange juga akan membuka lebar pengalaman kita dalam mengimplementasikan multicultural education itu sendiri. Pada pertanyaan ini membuka pertayaan baru di benak host, yakni mengenai Bahasa, karena dalam konteks perbedaan pun yang paling menonjol dan paling kursial adalah menganai Bahasa. Ternyata Dr. Asma menjelaskan bahswasannya mereka atau mahasiswa memiliki kewajiban untuk dapat mengerti Bahasa Melayu terlebih Bahasa tersebut menjadi Bahasa utama di UMK, dan Bahasa Internasional atau Bahasa Inggris digunakan mereka dalam pembelajaran indirect atau tidak lansung, seperti pada kita adalah penyampaian melalui Google Classroom. Jadi, singkatnya ketika offline menggunakan Bahasa Melayu dan saat media pembelajaran online menggunakan Bahasa inggris. Tak jarang juga Dr. Asma memberitahukan bahwa terkadang di kelas juga meggunakan Bahasa internasional.

Inilah yang menjadikan kekaguman dan juga keingin tahuan tinggi mengenai tantangan dan juga implementasi apabila dalam sebuah universitas mendapati perbedaan pengajaran. Hal tersebut tentunya akan memiliki pilihan positif yang dapat dilihat yakni dari segi mahasiswa yang dapat memberikan pengalaman mengenai suku yang berbeda, juga dalam segi pembelajaran yang dapat menjalin pembelajaran secara internasional, bahkan dalam segi kenegaraan juga memiliki sisi positif dimana seseorang yang sedang mengemban ilmu di negara berbeda harus memahami dan dapat beradaptasi dengan negara itu sendiri.

Masyaallah. Harapan dengan adanya International Collaboration ini akan memberikan kesempatan kita untuk lebih mudah mengadaptasi dan dapat menerima perbedaan ketika akan atau ingin menjalani pengajaran baru di luar negeri sana. Tentunya tidak buruk jika kita menjalin kekeluargaan dan dengan senang hati juga Dr. Asma membuka jalan lebar bagi yang ingin memiliki harapan keluar negeri untuk tidak ragu menjalaninya.

Sekian untuk Think Things Podcast FEBTD-UNUSA, besar harapannya untuk podcast ini dapat mengundang pembicara-pembicara hebat di luar sana untuk memberikan motivasi kepada para penderngar podcast yang sedang membutuhkan motivasi-motivasi hebat dari orang-orang hebat.